Senin, 30 April 2012

May Day: Kesejahteraan yang Masih di Awang-Awang


Hari buruh atau yang lebih dikenal sebagai Mayday selalu diwarnai dengan tindakan unjuk rasa diberbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. May Day sendiri lahir sebagai bentuk perjuangan kelas pekerja untuk mendapatkan hak-hak mereka. Tuntutan mereka berkisar pada jam kerja, upah, dan kondisi kerja yang buruk di pabrik.
Penyebutan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional tidak terlepaskan dari adanya peristiwa Haymarket.  Peristiwa Haymarket diawali oleh demonstrasi besar-besaran buruh di Amerika Serikat menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari. Aksi tersebut berlangsung sselama empat hari, yaitu sejak 1 mei hingga 4 mei. Pada hari keempat aksi demonstrasi, polisi amerika melakukan tindakan represif dengan menembaki para buruh. Ratusan buruh tewas dan pemimpinnya dijatuhi hukuman mati.
Berangkat dari tragedi tersebut, Kongres Sosialis Dunia pada tahun 1889 menetapkan 1 mei sebagai Hari Buruh Internasional. Penyebutan 1 mei sebagai May Day baru dilakukan sejak tahun 1890.
            Di Indonesia sendiri, May Day mulai diperingati sejak tahun 1920. Namun sejak era Orde Baru, tanggal 1 Mei bukan lagi hari libur dan May Day tidak lagi diperingati. Kala itu, aksi peringatan May Day masuk dalam kategori aktivitas subversif yang ditengarai terkait dengan komunis. Kini, meski May Day tidak menjadi hari libur nasional namun setidaknya May Day kembali diperingati.
Dilema Kesejahteraan Buruh
            Januari lalu MK telah memutuskan bahwa sistem outsourcing bertentangan dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Outsourcing memang dirasa merugikan bagi pekerja karena sewaktu-waktu mereka dapat di-PHK. Pekerja outsourcing sendiri adalah pekerja yang dipasok dari perusahaan penyedia jasa outsourcing. Perusahaan menjadi tidak perlu menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan serta asuransi bagi pekerja karena semuanya telah ditanggung oleh perusahaan penyedia jasa.
            Bagi perusahaan, tentu sistem tersebut menguntungkan namun bagi pekerja, sistem tersebut dirasa tidak manusiawi. Selain tidak ada jenjang karir, terkadang gaji mereka dipotong oleh perusahaan induk. Lebih miris lagi, tidak banyak pekerja yang tidak tahu berapa besar potongan yang dilakukan oleh perusahaan.
            Disebabkan berbagai alasan di atas, maka banyak terjadi demo buruh yang menuntut penghapusan sistem outsourcing. Ditengarai, sistem yang berlaku di Indonesia selama bertahun-tahun inilah yang membuat hidup  para pekerja tidak kunjung sejahtera. Sistem outsourcing telah menurunkan kualitas hidup para pekerja di Indonesia.
            Seperti halnya sistem outsourcing, upah minimum juga menjadi persoalan tersendiri bagi pekerja. Prinsipnya, adanya upah minimum ini dimaksudkan untuk mengurangi eksploitasi terhadap pekerja. Pemerintah sendiri berperan untuk mengintervensi posisi tawar buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.
            Dikarenakan adanya perbedaan kepentingan, seringkali terjadi tarik ulur upah minimum antara pekerja dengan pengusaha selaku pemilik modal. Pengusaha berusaha mempertahankan kelayakan upah yang didasarkan pada keuntungan produksi, sedangkan pekerja mencoba mendapatkan kelayakan hidup. Meskipun terjadi kenaikan upah, hal tersebut tidak sebanding dengan biaya hidup yang juga menjadi lebih mahal. Akibatnya, secara nominal memang benar gaji pekerja membaik, namun secara real kehidupan mereka masih saja jalan ditempat bahkan cenderung menurun.
May Day sebagai Momentum Memperbaiki Kesejahteraan Buruh
            Diberbagai aksi yang dilakukan buruh, kita sering mendengar seruan “Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera”. Tidak dapat dipungkiri, dalam masyarakat kapitalis seperti saat ini, kelas yang paling dominan adalah kelas pengusaha dan kelas pekerja. Mungkin slogan tersebut benar adanya karena kebanyakan masyarakat kita adalah masyarakat pekerja.
            Dalam hal ini diperlukan peran besar pemerintah dalam menangani sengkarut masalah yang tak kunjung selesai, yaitu kesejahteraan buruh. Selama ini pemerintah memang terlihat lebih mementingkan si pemilik modal. Entah karena takut mereka lari atau apa, tapi yang jelas pemerintah menjadi terkesan berat sebelah.
            Diawali dari pencabutan outsourcing, diharapkan kesejahteraan akan segera menghampiri kaum buruh. Jadikan May Day sebagai momentum untuk memperbaiki kesejahteraan buruh. Buruh jangan melulu semata-mata melakukan mogok kerja atau meminta kenaikan upah. Jika mau, buruh dapat menjadi agen aktif untuk mewujudkan tataran masyarakat sosialis dengan mencerabut masyarakat kapitalis yang sudah mulai mengakar.

0 komentar:

Posting Komentar