Senin, 25 Maret 2013

SINOPSIS PARA PRIYAYI


Judul               : Para Priyayi
Penulis             : Umar Kayam
Penerbit           : Pustaka Utama Grafiti
Tahun Terbit    : 2008 (cetakan ke-12)
Tebal               : 337 halaman
Harga              : -

            Sastrodarsono adalah anak seorang petani biasa yang dapat bersekolah dan digadang-gadang menjadi priyayi. Apa yang dicita-citakan kedua orangtuanya berhasil ketika pada akhirnya Sastrodarsono (pada awalnya Soedarsono) diangkat menjadi guru bantu di Ploso. Meskipun baru priyayi cilik, berita itu disambut dengan gembira oleh seluruh keluarga. Dan begitulah, Sastrodarsono diberikan tanggung jawab untuk membangun dinasti keluarga priyayi.
            Sastrodarsono membangung keluarga mereka setelah menikah dengan Aisah. Dengan bantuan Ndoro Seten dan pihak-pihak lain, karirnya terus melaju. Sadar akan tanggung jawabnya, Sastrodarsono menerima titipan anak-anak dari kerabatnya untuk disekolahkan serta dididik agar menjadi priyayi. Dari beberapa kemenakan yang dititipkan padanya, ada beberapa yang menurut serta ada pula yang nakalnya minta ampun.
Soenandar adalah kemenakan yang nakalnya luar biasa. Ia sering berbuat jail, bahkan sampai mencuri uang. Didikan keras Sastrodarsono pun tak mempan lagi hingga ia dikeluarkan dari sekolah. Keadaan keluarga Soenandar yang miskin karena ibunya seorang janda membuat niat Sastrodarsono untuk mengembalikan Soenandar menjadi urung dilakukan.
Ketika Sastrodarsono membuka sekolah di Wanalawas, Soenandar ditugaskan Sastrodarsono untuk mengawasi di sana, sedangkan Sastrodarsono akan berkunjung tiap akhir pekan. Di Wanalawas, Soedarsono tinggal di rumah seorang janda dengan seorang anak gadis. Tak dinyana, ia kabur setelah menghamili anak gadis tersebut. Dari situ lahirlah Lantip (awalnya bernama Wage) yang kemudian ditarik Sastrodarsono untuk tinggal bersama di Wanagalih. Lantip tumbuh menjadi anak yang memiliki pembawaan tenang dan berbakti. Ditambah ketika Embah Wedok serta Emboknya meninggal, hanya keluarga Sastrodarsono yang merawatnya.
Sastrodarsono memiliki tiga orang anak, yaitu Noegroho, Hardojo, serta Soemini. Ketika Lantip mulai tinggal di sana, anak-anak Sastrodarsono sudah pergi ke kota lain untuk membangun keluarga masing-masing. Pada suatu malam ketika ketiga anaknya berkumpul di Wanagalih, segera setelah peristiwa penempelengan tentara Nippon terhadap Sastrodarsono, Lantip diserahkan kepada Hardojo untuk disekolahkan lebih tinggi lagi. Hardojo menyanggupi hal itu, bahkan mengangkat Lantip menjadi anaknya.
Seiring perubahan zaman, banyak hal yang terjadi termasuk masalah-masalah yang menimpa keluarga Sastrodarsono. Beberapa permasalahan seperti kehamilan Marie di luar nikah serta Hari yang terseret kasus Lekra membuat Lantip harus turun tangan. Ketulusan serta ketenangan Lantip dalam menghadapi masalah dipercaya keluarga untuk mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya.

Tanggapan
            Novel ini telah memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai kehidupan priyayi Jawa tradisional pada zaman dahulu serta bagaimana berharga dan sulitnya mendapat status priyayi.
            Terlepas dari status priyayi yang membuat masyarakat terlihat seperti terkotak-kotak, terdapat beberapa hal yang patut dicontoh dari kehidupan seorang priyayi. Seperti dalam novel ini, priyayi juga bertangung jawab terhadap penghidupan masyarakat di sekitarnya. Dalam tokoh Sastrodarsono misalnya, karena berprofesi sebagai seorang guru, maka salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat adalah dengan mendirikan sekolah di Wanalawas. Selain itu, dalam lingkup keluarga, Sastrodarsono merasa berkewajiban untuk ikut menngangkat status sanak saudaranya dengan cara merawat, mendidik, serta menyekolahkan anak kerabat yang dipercayakan padanya. Meskipun pada akhirnya anak yang dititipkan hanya menjadi priyayi rendahan, namun prinsip yang dianut Sastrodarsono bahwa priyayi yang menelantarkan sanak saudara itu saru, patut dicontoh. Jadi, kalau makmur ya diusahakan agar semuanya ikut merasakan makmur, jangan dinikmati sendiri.
            Selain itu, sifat lain yang patut 
            Selain itu, sifat lain yang juga patut dicontoh adalah sifat sabar yang ditunjukkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Sabar dalam menghadapi cobaan, serta menganggap cobaan sebagai salah satu ujian dari Gusti yang memang harus dijalani. Sifat mikul dhuwur mendhem jero yang ditunjukkan tokoh Lantip juga patut diperhatikan.

0 komentar:

Posting Komentar