KEMEGAHAN
DAN PENGKHIANATAN

Lain
rencana lain pula yang terjadi. Nefertiti yang seharusnya mengendalikan obsesi
Amenhotep terhadap Dewa Aten justru terseret ke dalamnya. Dikarenakan tak ingin
kalah dengan Kiya, Nefertiti mendukung segala yang diinginkan Amenhotep
termasuk revolusi agama baru yang dibawanya. Pihak tentara yang setia dengan
Firaun Atas dianggap pengkhianat oleh Amenhotep.
Nefertiti
sangat dicintai oleh rakyat Mesir, suatu keunggulan yang tidak dimiliki oleh
Kiya. Dengan itulah, Nefertiti memanfaatkannya untuk menjauhkan Amenhotep dari
Kiya. Satu persatu peraturan mulai diubah sesuai permintaan Nefertiti.
Sementara
itu, Nefertiti terus meluaskan pengaruhnya dengan mengukir wajahnya di setiap
sudut kota Mesir. Setelah Amenhotep berhasil menundukkan para pendeta Amun, ia
merayakannya dengan membangun berbagai bangunan yang megah tentu saja
dilengkapi dengan ukiran wajahnya dan Nefertiti. Proyek besarnya adalah
membangun sebuah kota yang megah yang dapat menggantikan Thebes.
Disadari
oleh Mutnodjmet, kehidupan di istana berbeda dari apa yang selama ini
dipikirkannya. Kehidupan istana yang penuh dengan kelicikan dan usaha untuk saling
menjatuhkan dirasa sangat mengerikan. Namun, demi Nefertiti, ia tanpa sadar
terseret dalam permainan yang berbahaya itu. Juga ketika Kiya mengalami
keguguran pada kandungannya yang kedua, Mutnodjmetlah yang menyarankan
Nefertiti untuk menggunakan akar akasia. Pada akhirnya, ramuannya itulah yang
juga membunuh janin hasil hubungannya dengan seorang jenderal bernama Nakhtim.
Hal itulah yang akhirnya dapat membuat kakak beradik itu berseteru karena
Mutnodjmet mencurigai Nefertiti yang telah meracuninya dengan akar akasia.
Sejak
kejadian tersebut, hubungan Nefertiti dan Mutnodjmet memburuk. Si adik
memutuskan untuk hidup terpisah di luar istana. Meski begitu, Mutnodjmet tetap
menemani Nefertiti tiap kali melahirkan. Sudah enam kali Nefertiti melahirkan
dan semua anaknya perempuan, sementara Kiya kembali mengandung.
Peran
Nefertiti dalam memerintah Mesir mencapai puncaknya ketika ia akhirnya diangkat
menjadi Firaun. Itu berarti ada dua firaun yang memerintah di Mesir Bawah.
Untuk merayakannya, Amenhotep mengadakan Festival Durbar dan bersikeras
mengundang bangsa Hittite, bangsa yang menjadi musuh Mesir. Keputusan untuk
mengundang bangsa Hittite mendapat tentangan dari Wasir Ay karena bisa saja
kedatangan mereka membawa penyakit. Nefertiti tak mampu berbuat banyak untuk
membujuk suaminya agar mengurungkan niat tersebut. Amenhotep bersikeras bahwa
dengan cara mengundang bangsa Hittite, ia bermaksud untuk menunjukkan kebesaran
Mesir. Bencana besar akhirnya melanda Mesir justru ketika festival belum usai.
Bangsa Hittite sesuai dengan dugaan Wasir Ay membawa penyakit mematikan yang
mereka namai Kematian Hitam.
Selama
sebulan istana diisolasi. Ketika serangan penyakit itu berhenti, barulah
diketahui berapa jumlah korban yang jatuh. Empat anak Nefertiti tewas, begitu
juga dengan anak Kiya. Amenhotep ikut tetular segera setelah ia mengamuk
mencari para pendeta Amun yang dianggap telah membuat murka Aten. Tidak
diragukan lagi, Amenhotep juga segera tewas. Sementara Kiya meninggal setelah
melahirkan anak keduanya dan menitipkannya pada Mutnodjmet yang kala itu telah
memiliki seorang anak setelah menikah dengan Nakhtim.
Pemerintahan
baru segera dibentuk dengan Nefertiti sebagai Firaunnya. Kepercayaan juga
dipulihkan dengan mengembalikan kepercayaan lama mereka kepada Dewa Ra. Pusat
pemerintahan kembali dipindah ke Thebes. Segala kejayaan selama pemerintahan
Amenhotep ikut terkubur bersama wabah Kematian Hitam. Selama memerintah,
Nefertiti mencoba mendamaikan para Pendeta Aten yang tetap mempertahankan
kepercayaan yang dibawa Amenhotep. Meskipun para wazir telah memperingatkan
adanya bahaya, Nefertiti tetap pada keputusannya untuk mengadakan diskusi.
Ditangan para Pendeta Aten itulah masa hidup Nefertiti dan Meritaten berakhir.
Mereka berdua dibunuh ketika melakukan pertemuan.
Nefertiti,
ratu sekaligus firaun yang dikenal dengan kecantikannya yang termasyur hingga
saat ini tewas oleh penganut kepercayaan yang dulu ia sebarkan bersama
Amenhotep, suaminya. Dengan demikian, era kepemimpinan Nefertiti digantikan
oleh Tutankhamun yang ketika itu baru berusia sembilan tahun.
Tanggapan
Sebuah
kisah mengagumkan yang mengangkat Mesir Kuno sebagai latarnya dan secara khusus
menuliskan kisah Nefertiti. Pengambilan sudut pandang yang dilakukan penulis
(dalam hal ini menggunakan sudut pandang Mutnodjmet) saya pikir cukup cerdas.
Dapat dikatakan, penulis cukup berhati-hati dalam menuliskan kisah ini.
Terlebih kisah ini mengenai Nefertiti yang sangat terkenal. Menggunakan sudut
pandang Mutnodjmet sebagai tokoh yang serba tahu, penulis memang tidak terlalu
berani atau justru tidak gegabah.
Terlepas
dari pengambilan sudut pandang yang dilakukan penulis, buku ini telah mampu
menampilkan intrik yang memukau. Segala hal yang mungkin terjadi di istana
seperti kemewahan, ambisi, pengkhianatan, serta perebutan tahta ditampilkan
dengan manis.
Namun,
yang perlu sedikit disoroti di sini adalah ketika cerita memasuki pertengkaran
Mutnodjmet dengan Nefertiti. Setelah perselisihan itu terjadi, cerita seperti
kehilangan fokusnya. Penulis lebih mengeksplorasi tokoh si adik padahal fokus
cerita sebelumnya adalah Nefertiti. Bahkan penulis tidak menyinggung sepak
terjang Nefertiti sama sekali. Itu sedikit membosankan karena pembaca lebih
ingin membaca kisah hidup Nefertiti secara lebih mendetail seperti yang tertera
pada judul buku tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar