Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Kota
Terbit : Jakarta
Tahun
Terbit : 1999 (cetakan kelima)
Tebal : 209 halaman
Kepergian Rasus yang tanpa pamit memberikan luka
tersendiri bagi Srintil. Ia merasa telah ditolak oleh lelaki yang dicintainya.
Seiring
waktu, ketenaran Srintil sebagai seorang ronggeng mencapai puncaknya. Parasnya
yang ayu serta kekenesannya membuat bayarannya menjadi lebih mahal. Di puncak
segala ketenaran itu, Srintil merasa kosong. Layaknya seorang wanita, ia
menginginkan suami serta anak. Namun sebagai ronggeng, hal tersebut jelas
dilarang. Lebih dari itu, ia tidak dapat melupakan Rasus.
Kekosongan
itulah yang membuatnya jarang naik pentas lagi. Ia merasa tidak memiliki gairah
untuk meronggeng, justru keingannnya untuk hidup berumahtangga; bersuami serta
memiliki anak, selalu mengganggunya. Hal itu pula yang membuatnya menyayangi
Goder, seorang anak kecil yang mampu membuatnya damai. Keadaan itu terus
berlangsung, membuat Srintil jarang pentas dan tak mau lagi melayani lelaki.
Hingga
suatu hari datanglah undangan untuk pentas di acara tujuh belas agustusan yang
dilaksanakan di kecamatan. Srintil jelas menolak tawaran itu, namun dengan
sedikit ancaman mengenai keselamatannya dan keselamatan warga Dukuh Paruk,ia
ragu juga. Demi mendapatkan keputusan yang benar, ia berkeliling kampung, lalu
berhenti begitu saja di depan rumah Sakum. Ketika ia melihat betapa susahnya
hidup Sakum itulah hatinya benar-benar luruh. Sudah ia putuskan: ia tak akan
menolak tawaran itu. dari situlah kemudian Srintil tak pernah lagi menolak
tawaran pentas, namun untuk melayani lelaki ia tak mau. Ia kini telah menjelma
menjadi wanita dewasa yang bermartabat.
Menjelang
tahun 1964, perkumpulan ronggeng tersebut sering pentas di bawah perintah
Bakar. Bakar sendiri telah dianggap sebagai orang yang mampu memimpin serta
mengayomi warga Dukuh Paruk. Kelompok ronggeng Dukuh Paruk yang sesungguhnya
tak mengerti apa-apa, senang-senang saja ketika disuruh pentas di berbagai kesempatantermasuk dalam
rapat-rapat propaganda yang berlangsung.
Kutukan
sepenuhnya harus dilayangkan pada kebodohan orang Dukuh Paruk. Dengan niat
ingin mambalas budi baik Bakar, kelompok ronggeng tersebut justru masuk dalam
perang politik yang berbahaya di tahun 1965 yang mengakibatkan mereka ditahan. Semua
anggota kelompok ronggeng tersebut ditahan. Dua hari kemudian mereka
dipulangkan kecuali Srintil.
1 komentar:
saya termasuk pecinta karya kang Ahmad Tohari. saya lupa pernah masuk di hariam Kompas sebagai cerita bersambung . zterputus ditengah jalan dan lupa judulnya tetapi menceritakan seorang pemuda yang menjadi idola di pasar induk karena ringan tangan dan pembawa peruntungan.sampai di juluki nabi chidir karena tertidur selama 7 hari 7 malam. tidak makan sehat2 saja. LUPA JUDULNYA ada yangtahu?
Posting Komentar