TEKANAN
PSIKOLOGIS DI AWAL KEMERDEKAAN

Keributan
di Gang Jaksa sampai juga di tempat Guru Isa berjalan. Mendengar adanya tank
serdadau yang lewat, Guru Isa turut bersembunyi di salah seorang rumah
penduduk. Serangan serdadu itu akhirnya sampai juga di tempat Guru Isa
bersembunyi. Serdadu yang menggeledah rumah menemukan Guru Isa. Setelah
diperiksa dan tidak ditemukan senjata pada diri Guru Isa, akhirnya serdadu itu
pergi. Baru setelah itu diketahui seorang Tionghoa tertembak. Bayangan kondisi
orang Tionghoa yang tertembak itu masuk juga dalam ketakutan-ketakutan Guru Isa
dan acap kali menyusup menjadi mimpi buruk.
Guru
Isa yang hidupnya selalu dipenuhi ketakutan-ketakutan dalam hatinya
sesungguhnya adalah manusia yang baik hati. Ia adalah manusia yang membenci
cara-cara kekerasan. Ketakutan-ketakutannya itu pula yang disebut dokter
membuat kelaki-lakiannya tidak timbul sehingga membuat Fatimah kecewa.
Sementara
Hazil adalah pemuda yang pemberani dan ambisius. Seringkali Hazil datang ke
rumah Guru Isa untuk bermain biola. Pertemanan mereka bemula dari perjumpaan
keduanya di suatu perkumpulan yang ketika itu membicarakan gerakan perlawanan
terhadap serdadu. Dari pertemuan yang sekali itu disambung pertemuan-pertemuan
lainnyanyang cukup intens karena Guru Isa dipercaya untuk menjadi kurir
pengantar senjata.
Pengalaman
mengantar senjata Guru Isa yang pertama adalah ketika mengantar senjata ke
Karawang. Bersama dengan Hazil, dengan meminjam truk pada tuan Hamidy, berdua
mereka mengantra senjata. Perjalanan mengantar senjata itu terasa tidak
menyenangkan bagi Guru Isa karena ia melihat mayat perempuan yang digorok
lehernya dan telah membusuk di dalam sumur. Peristiwa itu masuk pula ke dalam
mimpi burknya sebagai salah satu bentuk ketakutan yang tidak dapat dikuasainya.
Masa
awal kemerdekaan merupakan masa yang sulit. Teror-teror terus menghantui tiap
hari. Semakin hari terasa semakin mencekam saja seiring pergantian prajurit
Inggris dengan prajurit Belanda setelah penandatanganan perjanjian Linggarjati.
Pendudukan Belanda yang kedua menjadi lebih kejam dibanding yang pertama. Teror
dan hidup yang semakin sulit membuat banyak orang mengungsi, pindah dari
Jakarta yang mencekam ke pedalaman. Hidup yang semakin sulit juga menjadi ujian
tersendiri bagi kejujuran serta ketetapan hati bagi tiap orang. Itu pula yang
menimpa Guru Isa. Dikarenakan kesulitan ekonomi yang makin parah serta
tekana-tekanan lainnya membuatnya mencuri buku di sekolah tempatnya mengajar,
lalu menjualnnya demi mendapatkan uang untuk membeli beras.
Tekanan-tekanan
semakin kuat menghimpit Guru Isa. Semakin hari ketakutan Guru Isa makin
bertambah dan menjelma ke dalam mimpi buruknya. Macam-macam saja mimpi buruknya
dan kesemuanya menambah beban ketakutan bagi Guru Isa. Semua itu menunmpuk dan
membuat penyakit malarianya kambuh.
Tanpa
diketahui Guru Isa, Fatimah berselingkuh dengan Hazil. Fatimah yang selama ini
selalu menahan hasratnya karena mengerti tentang kelaki-lakian Guru Isa yang
tidak timbul, nyatanya tak mampu menahan hasratnya ketika melihat Hazil.
Ditambah dengan sakitnya Guru Iza, semakin terlihat kelemahan Guru Isa.
Hubungan setubuh mereka selalu dilakukan ketika Guru Isa berangkat ke sekolah.
Sementara Guru Isa yang suatu hari menemukan pipa Hazil di bawah bantalnya
tidak berani mengkonfirmasi kebenaran kepada istrinya. Ketakutan mengenai
kebenrana yang menyakitkan membuatnya menyimpan pipa itu di laci mejanya.
Ketika
terjadi peledakkan di sebuah gedung bioskop, Guru Isa ada di tempat kejadian
menyaksikan Hazil dan Rahmat meledakkan granat tangan. Sebuah berita beberapa
minggu kemudian yang mengatakan bahwa seorang pelaku peledakkan telah
tertangkap, menambah ketakutan Guru Isa. Jika berita itu benar, maka Hazil atau
Rahmat yang tertangkap. Guru Isa menduga dirinya juga pasti akan tertangkap.
Menanti
penangkapan serta bayangan siksaan yang akan diterimanya menjadi puncak
ketakutannya. Hingga pada akhirnya ketika Guru Isa benar-benar ditangkap,
ketakutannya tidak mengganggunya lagi. Guru Isa telah dapat mengendalikan
ketakutannya. Di tahanan, ketika ia mendapat siksaan, ia tak merasa takut sama
sekali. Ketakutannya telah lenyap dan kelaki-lakiannya timbul kembali.